Langsung ke konten utama
Makan Bajamba : Bukan Makan Sembarang Makan
Saya merasa perlu menulisnya agar semua kembali
ingat, bagaimana sebenarnya hakikat makan bajamba di Minang.
Saya tulis, bukan bermaksud rasis, tapi untuk mengembalikan apa yang sempat
terkikis.
Sangat familiar di telinga orang Minang, namun saya yakin juga ada suku lain di
Nusantara yang mempraktekkannya. Makan bersama di sebuah piring yang besar
(talam/pinggan) ataupun di atas daun pisang.
Setu kebudayaan yang bagus, memang, karena mendidik untuk lebih peka terhadap
hak dan kewajiban, terhadap kebebasan dan keterbatasan.
Namun realita makan bajamba yang dipraktekkan saat ini semakin jauh dari apa
makan bajamba itu sendiri. Karena sejatinya makan bajamba memiliki aturan baku
walaupun tak tertulis.
Berikut beberapa aturan yang mungkin kawan-kawan sering lupa.
1. Tidak mancapak. Mancapak adalah mengeluarkan
bunyi saat mengunyah makanan. Makan bajamba ataupun makan sendiri, Urang Minang
yang Sabana Minang harus tahu dan harus mempraktekkan hal ini. Solusinya, tutuplah
mulut saat mengunyah makanan!
2. Selalu
dahulukan yang lebih tua. Saat mencuci tangan, menyuap makanan, saat selesai
makan. Karena ini adalah salah satu bentuk penghormatan, implementasi dari kato
mandaki. Saat rasa hormat telah hilang, saat itulah Anda berhak menyandang
predikat indak baradaik.
3. Tidak menjatuhkan remah nasi kembali ke talam. Saat nasi yang harusnya masuk
ke mulut kita jatuh kembali ke talam, berarti kita telah 'merusak' talam
seluruhnya, Karena hal itu akan merusak selera makan rekan-rekan lain yang ikut
makan di talam tersebut. Disinilah kita belajar menghargai hak orang lain di
dalam satu talam.
4. Tangan tidak boleh menyentuh mulut saat menyuap makanan. Saat tangan
menyentuh mulut, dan kemudian 'mengaduk-aduk' kembali makanan di talam, selera
makan kawan-kawan lain juga akan rusak. disini juga terdapat pelajaran
berharga, bagaimana menghormati hak orang lain. Karena aturan ini, di Minang
ada teknik menyuap nasi yang khusus dipraktekkan saat makan bajamba, yaitu
'menerbangkan' makanan ke mulut, dan tangan kiri menanti rimah yang jatuh agar
tidak kembali ke talam.
5. Menghabiskan makanan yang ada di 'wilayah' masing-masing. Disini kita juga
diajarkan untuk bertanggungjawab terhadap apa yang kita pilih. Anda duduk
disini, maka selesaikan bagian Anda!
6. Tidak mengaduk-aduk bagian tengah. Bagian tengah sedikit berbeda, karena
disana terdapat 'samba' (lauk pauk) yang semua anggota talam berhak memakannya.
Disinilah diuji bagaimana kita menghormati barang milik umum agar bisa dimanfaatkan
semua kalangan.
7.
10. Bardoa. Karena disinilah terdapat inti dari
ajaran ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH.
Minang nan sabana Minang sebenarnya bisa saja tampak dari bagaimana
ia makan, karena Adat Minang tak hanya mengatur festival ataupun baralek, namun
juga sikap, tutur dan watak. Subhanallah..
Semoga Allah selalu menuntun kita untuk jadi lebih baik.. ^_^